Pengaruh Status Priority Watch List Terhadap Hubungan Perdagangan Luar Negeri

Jul 29, 2020 | News

Pengaruh Status Priority Watch List Terhadap Hubungan Perdagangan Luar Negeri

Selama ini berbagai usaha untuk menyosialisasikan penghargaan atas Hak atas Kekayaaan Intelektual (“HaKI”) telah dilakukan secara bersama-sama oleh aparat pemerintah terkait beserta lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat. Akan tetapi sejauh ini upaya sosialisasi tersebut tampaknya belum cukup berhasil.

Ada beberapa alasan yang mendasari belum optimalnya sosialisasi terhadap penghargaan atas HaKI yaitu :

  • Konsep dan perlunya HaKI belum dipahami secara benar di kalangan masyarakat.
    Kurang optimalnya upaya penegakan, baik oleh pemilik HaKI itu sendiri maupun aparat penegak hukum.
  • Tidak adanya kesamaan pandangan dan pengertian mengenai pentingnya perlindungan dan penegakan HaKI di kalangan pemilik HaKI dan aparat penegak hukum, baik itu aparat Kepolisian, Kejaksaan maupun Hakim.

Globalisasi yang sangat identik dengan free market, free competition dan transparansi memberikan dampak yang cukup besar terhadap perlindungan HaKI di Indonesia. Situasi seperti ini pun memberikan tantangan kepada Indonesia, di mana Indonesia diharuskan untuk dapat memberikan perlindungan yang memadai atas HaKI sehingga terciptanya persaingan yang sehat yang tentu saja dapat memberikan kepercayaan kepada investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Disisi lain, Amerika Serikat merupakan negara yang menjaga kepentingan industri nasionalnya dan menangani masalah lemahnya pengaturan dan pelaksanaan perlindungan kekayaan intelektual yang dialami warga industrinya di negara mitra dagang, termasuk warganya yang mengalami kerugian akibat pembajakan produk hak cipta.

Oleh karena itu, Amerika Serikat membentuk United States Trade Representative (USTR) yang setiap tahunnya membuat tinjauan terhadap semua partner dagang Amerika. Adapun daftar-daftar pelanggar HaKI yang dikeluarkan oleh USTR berdasarkan tingkat pelanggaran yaitu sebagai berikut:

  • Watch List (“WL”);
  • Priority Watch List (“PWL”);
  • Section 306 Monitoring;
  • Priority Foreign Country (“PFC”).

PWL adalah daftar negara yang menurut United States Trade Representative (“USTR”) memiliki tingkat pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) yang cukup berat. Di bawah tingkatan ini disebut dengan Watch List (“WL”). Tetapi perlu diketahui bahwa tingkatan yang lebih tinggi dari PWL, yaitu, Section 306 Monitoring, dan PFC.

Section 306 Monitoring adalah negara yang tahun sebelumnya masuk dalam daftar Priority Foreign Country, kemudian masuk dalam pengawasan USTR. Section 306 Monitoring ini didasarkan pada Section 306 US Trade Act, daftar ini memiliki resiko terkena sanksi dagang jika ditemukan fakta-fakta yang mendukung dalam investigasinya.

Sedangkan PFC yang merupakan daftar negara yang tingkat pelanggaran HaKI sangat tinggi dan tidak dapat ditolerir. Negara yang dimasukan kedalam PFC setelah 30 hari akan ditinjau kembali, apakah akan dilakukan investigasi atau langsung menetapkan sanksi perdagangan dari pihak Amerika Serikat.

USTR menjatuhkan penilaian dan sanksi jika ada negara yang dianggap lemah dalam melindungi Hak atas Kekayaan Intelektual produk-produknya, termasuk kepada Indonesia yang masuk dalam penilaian. Berdasarkan pada data yang bersumber dari USTR 301 tahun 2016 negara-negara yang masuk dalam kategori tersebut antara lain yaitu:

Priority Watch List Watch List
Algeria Barbados Jamaica
Argentina Bolivia Lebanon
Chile Brazil Mexico
China Bulgaria Pakistan
India Canada Peru
Indonesia Colombia Romania
Kuwait Costa Rica Switzerland
Rusia Dominican Republic Turkey
Thailand Ecuador Turkmenistan
Ukraine Egypt Uzbekistan
Venezuela Greece Vietnam
Guatemala

 

Bahwa berdasarkan data tersebut diatas, dari negara-negara Asia Tenggara (“ASEAN”) Indonesia masuk dalam kategori PWL bersama, Thailand. Yang artinya Indonesia masuk dalam kategori negara yang tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi kekayaan intelektual serta memberlakukan pembatasan akses pasar.

Sebelumnya, pada laporan USTR tahun 2006 Indonesia mengalami peningkatan dari daftar yang dikeluarkan dan masuk pada kategori WL. Hal tersebut merupakan suatu prestasi yang cukup baik untuk Indonesia dalam bidang penegakan pelanggaran HaKI. Namun pada laporan tahun 2009 Indonesia masuk pada PWL. Lalu pada 2016 Indonesia tetap pada posisi  PWL. Namun dalam laporan USTR pada tahun 2016, USTR menyambut baik fokus baru Indonesia pada Perlindungan HaKI untuk Inovasi Farmasi/Protection for Pharmaceutical Innovations.

Hal itu didasari pada penilaian terhadap pemerintah Indonesia yang telah melakukan upaya-upaya USTR positif pada 2011 untuk memperkuat perlindungan HaKI. Namun, menganggap hal itu tidak cukup efektif untuk mengatasi tantangan-tantangan seperti pembajakan dan pemalsuan, termasuk pembajakan di internet dan produksi obat-obatan palsu. Sehingga membuat Pemerintah Indonesia berupaya keras untuk memperbaiki hal tersebut.

Secara khusus juga, Amerika Serikat mengakui langkah positif bahwa Indonesia telah mengambil tindakan perlindungan dibidang hak cipta, seperti pelaksanaan lanjutan dari reformasi hak cipta yang disahkan pada 2014 yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta pada tanggal 16 Oktober 2014 dan pembentukan Badan Ekonomi Kreatif.

Namun, Amerika Serikat masih prihatin terhadap luasnya pembajakan dan pemalsuan di Indonesia, hal sehubungan dengan kurangnya penegakan hukum terhadap produk yang berbahaya. Penting bagi Indonesia sepenuhnya untuk mendanai dan mendukung upaya penegakan HKI yang kuat.

Dalam sarannya Amerika Serikat mendorong Indonesia untuk mengatasi masalah ini melalui koordinasi yang lebih besar antara Kementrian Hukum dan Ham disini melalui Ditjen HaKI dan Badan Ekonomi Kreatif, serta untuk membuat unit perlindungan HaKI khusus di bawah Kepolisian Nasional Indonesia (“Polri”) yang akan fokus pada investigasi sindikat kejahatan pemalsuan dan pembajakan.

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (“Ditjen HAKI”) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, badan pengawas berfokus pada produk makanan dan obat-obatan palsu. Selanjutnya, Amerika Serikat menyarankan peningkatan koordinasi antara Polri dan Kejaksaan Agung sehingga polisi dan jaksa dapat meningkatkan efektivitas dalam upaya melakukan penyelidikan. Amerika Serikat mendorong hukuman maksimal terhadap pelanggaran HaKI baik di dunia nyata dan Internet.

Bahwa dengan adanya laporan dari USTR menyebabkan posisi Indonesia sangat lemah dalam hal hubungan perdagangan luar negeri. Mengapa? Karena dalam praktik pergaulan perdagangan internasional, HaKI telah menjadi salah satu isu penting yang selalu diperhatikan oleh kalangan negara-negara maju di dalam melakukan hubungan perdagangan dan/atau hubungan ekonomi lainnya. Khusus dalam kaitannya antara Amerika Serikat dengan Indonesia sebagai negara dengan status PWL sehingga memperlemah posisi tawar Indonesia dalam hal negosiasi.

Selain itu Keputusan Amerika Serikat dalam hal ini USTR mencantumkan Indonesia ke daftar PWL terhadap kasus pelanggaran hak intelektual, sekiranya akan mempengaruhi kebijakan perdagangan Amerika Serikat terhadap Indonesia. Hal ini berkaitan dengan trade barriers (halangan perdagangan), karena bisa saja Amerika Serikat mensyaratkan negara yang boleh melakukan ekspor ke Amerika Serikat adalah negara yang tidak melakukan pelanggaran HaKI atau bukan negara yang masuk PWL.

Dengan masuknya Indonesia dalam daftar PWL tentunya tidak saja mempengaruhi Amerika Serikat semata, namun pula Negara-negara yang tergabung dalam World Trade Organization (“WTO”). Dimana negara-negara tersebut dapat memberlakukan kebijakan larangan/pembatasan ekspor dan impor perdagangan dengan Indonesia, sebagai bentuk perlindungan Hak atas Kekayan Intelektual produknya.